Kamis, 12 November 2009

TUGAS B.I

"Ibu....Ibu....sudahlah Bu, berhentilah menangis....nanti Ibu sakit, Ibu sudah tidak makan seharian ini", pintaku pada Ibu yang tak henti-hentinya menangisi pengakuan Bapak. Bapak begitu tega terhadap Ibu. Jahat. Kejam. Tak kusangka Bapak yang selama ini kubanggakan sampai hati menyayat hati Ibundaku tercinta. Aku sebagai anak laki-laki tunggal tak kuasa melihat penderitaan Ibu. Begitu mudahnya Bapak lari ke pelukan wanita lain, yang bahkan tak pantas untuk disebut seorang wanita karena tanpa iba menyabotase kebahagiaan keluargaku. Meski Ibu mencoba bertahan dan berjuang sekuat tenaga seorang diri supaya "rumah" kami tak goyah, Bapak tetap bersikukuh dan tanpa belas kasih ingin meninggalkan Ibu. Ingin rasanya kuhantam semua, malu rasanya mempunyai Bapak seperti dia, dan betapa ingin kuseret perempuan itu untuk bersimpuh berlutut meminta maaf di hadapan Ibu. Sayangnya, kelembutan dan ketulusan hat Ibu tak mengijinkanku tuk nodai langkahku. "Sudahlah nak, ada Allah yang Maha Segala. Ibu yakin, jika Ibu dapat ikhlas menerima semua cobaan ini maka Allah akan mengabulkan doa-doa Ibu. Balasan yang Allah berikan nanti akan jauh lebih dahsyat dari apa yang kamu atau manusia manapun mampu lakukan", nasehat bijak Ibu padaku. Dalam hati kusimpan dendam yang teramat dalam. Aku hanyalah seorang bocah lelaki yang begitu mencintai sang Bunda, karena Ia-lah satu-satunya yang kupunya di dunia fana ini.

Beberapa tahun berlalu sejak peristiwa itu, dan kami tak pernah dan tak ingin lagi mendengar apapun tentang Bapak. Kami tak peduli. Aku hanya tinggal berdua bersama Ibu disebuah rumah kontrakan yang amat sempit, namun Ibu selalu mengajariku untuk tetap dan terus bersyukur pada Allah Sang Maha Pencipta, maka akan terasa dan bertambah nikmatNya. Aku tetap melanjutkan pendidikanku dengan jerih payah Ibu yang bekerja sebagai Pengajar disebuah Perguruan Tinggi Negeri. Tak banyak memang. Tetapi seakan pantang menyerah, Ibu bekerja keras siang dan malam, mencari pemasukan tambahan dari mengajar di tempat lain. Tak tega rasanya. Sungguh tak tega. Betapa besarnya kasih sayang Ibu yang begitu tulus dan tanpa pamrih hanya untukku seorang. Maka kuputuskan untuk bekerja paruh waktu untuk meringankan beban Ibu. "Sudahlah nak, jangan kau pikirkan masalah itu, insya Allah Ibumu ini masih mampu dan alhamdulillah Allah memberi Ibu keahlian untuk dapat membesarkanmu seorang diri. Fokuslah pada pendidikanmu dan jadilah kamu orang yang hebat yang akan Ibu banggakan pada seantero dunia", pinta Ibu padaku. Kuberi pengertian pada Ibu betapa sungguh ingin aku meringankan bebannya serta cita-cita untuk dapat membahagiakannya. Pada akhirnya Ibu pun meberiku restu dengan beruraian airmata. Kulakukan semampuku tanpa berbekal ijasah. Dan alhamdulillah aku dapat bekerja paruh waktu di sebuah restoran Eropa sebagai pelayan, karena mereka menganggap aku mempunyai bekal bahasa Inggris yang cukup baik.

"Nak....nak....Ibu membawa kabar gembira untuk menyambut kelulusanmu!" teriak Ibu padaku sambil memelukku erat. "Ada apa Bu?", tanyaku penuh dengan keheranan, karena belum pernah kumelihat Ibu segirang itu. "Kita akan ke Eropa sayang! Ibu diberi kepercayaan untuk mengajar Bahasa Indonesia disebuah Kedutaan asing!", jawab Ibu. Astaga! Subhanallah! Allahu Akbar! Ya Allah.......Engkau sungguh luar biasa! Inikah awal dari hadiah atas kesabaran dan ketulusan hati Ibu selama ini? Akupun jatuh bersujud tak henti-hentinya mengucap syukur pada Allah Sang Kuasa alam semesta, dan kami berdua pun menangis bahagia berpelukan sambil tak henti-hentinya menyebut asma Allah.

Hari yang telah dinanti-nati pun tiba. Kami meninggalkan tanah air Indonesia, dan akupun akan mendapat sekolah gratis disana sebagai fasilitas pekerjaan Ibu. Begitu turun dari pesawat, sudah ada sekelompok orang asing berpakaian jas lengkap dan rapi memegang papan nama yang bertuliskan nama Ibuku. Kami pun menghampiri mereka dan betapa kagetnya kami ketika mereka menyapa menggunakan Bahasa Indonesia. Lucu. Senang. Bangga. Bahkan kami dibuat lebih tercengang lagi ketika melihat mobil jemputan Jaguar limited edition yang akan senantiasa setia mengantar jemput aku dan Ibu kemanapun kami pergi. Tak pernah sebelumnya aku dan Ibu merasakan ini. Didalam mobil aku tak bisa berhenti tersenyum dan tak henti-hentinya mengucap syukur pada Allah SWT yang begitu Maha Kaya akan segala. Sejenak terbesit pikiran tentang Bapak, dalam hati ku berkata "Oh Bapak yang malang, betapa menyesalnya dirimu telah meninggalkan seorang wanita setia yang begitu mulia dan hebat! Dan kau tak tau sungguh apa yang telah kau lewatkan". Ku hanya menatap Ibu yang sedang berbincang dengan mereka, penuh dengan rasa bangga yang tak ternilai dan oh sungguh, betapa cinta dan sayangnya aku pada Ibu....Ibundaku tak akan pernah tergantikan oleh apapun, bahkan emas, permata, berlian mulia semahal apapun takkan mampu menandingi kilau dan sinarnya oh Ibu.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar